Kristina: Saya Pasrah dan Menerima
SURABAYA – Suasana haru, mewarnai sidang putusan Kristina di ruang Cakra
PN Tipikor Juanda, Surabaya. Begitu majelis hakim menyebut angka
hukuman, keluarga Kristina tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Ibu kandung Kristina dan anak perempuannya, tidak sanggup menahan tangis mendengar orang yang mereka cintai harus mendekam di penjara cukup lama. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari Kristina , ibunya dan anak perempuannya. Mereka hanya berpelukan sambil menangis.
Kristina, yang siang hari, tampak tegar dan akrab dengan Malang Post, usai sidang sudah tidak bisa lagi diajak bicara. Ketika ditanya kenapa langsung menerima putusan hakim, Kristina hanya membasuh mukanya yang basah air mata.
Berikut petika wawancara Malang Post dengan Kristina selama 9 jam menunggu sidang dimulai:
Bagaimana kabarnya, Mbak?
Baik, Mas. Sehat-sehat saja
Bagaimana perasaan Anda menunggu sidang putusan nanti (ketika itu Kristina tengah makan siang dengan Jaksa Rio di kantin Tipikor?)
Saya pasrah. Apapun yang dijatuhkan hakim, saya pasrah. Saya cuma kasihan anak-anak saya. Anak saya ada empat. Yang paling besar kuliah di (Universitas) Kanjuruhan. Yang kecil masih SMP.
Kok begitu?
Ya bagaimana lagi. Diterima saja putusan hakim nanti (sambil menyantap nasi jagung sayur lodeh)
Dalam sidang sebelumnya, Anda menyebutkan memberi uang kepada Camat (Alm Mastur) Donomulyo Rp 100 juta, apa benar?
Benar. Tetapi saya tidak mungkin minta kuitansi atau tanda terima. Pak camat sangat baik sekali. Dia sangat perhatian dengan saya ketika itu. Andaikata dia masih hidup pasti akan membantu persoalan yang sedang saya hadapi sekarang.
Lalu bagaimana dengan pemberian Rp 150 juta untuk Kapolsek Donomulyo (AKP Alm Simamora), apa tanpa tanda terima juga?
Tidak ada (sambil geleng-geleng kepala). Karena itulah saya pasrah saja (sambil menerawan jauh melihat jalan di depan gedung Tipikor).
Lantas bagaimana nanti Anda mengembalikan kerugian negara Rp 439 juta?
Tidak tahu. Pokoknya saya pasrah. (Kristina pun memalingkan wajahnya bercakap dengan Jaksa Rio disamping kirinya.
Aliran dana Rp 439,4 juta, sesuai pengakuan Kristina di persidangan, diantaranya diberikan kepada Camat Donomulyo yang ketika itu dijabat alm Mastur sebesar Rp 100 juta.
Selain itu, dalam persidangan, Kristina juga membagikan uangnya Rp 150 juta kepada Kapolsek Donomulyo, yang ketika itu dijabat almarhum Simamora. Tidak itu saja, dana itu juga disalurkan kepada 26 orang warga Donomulyo yang nilainya, versi jaksa, di atas Rp 300 juta.
‘’Karena tidak ada saksi yang meringankan tadi, makanya terdakwa harus menanggung sendiri persoalan yang dihadapinya. Tidak mungkin pembelaan tanpa dibuktikan dengan hitam di atas putih,’’ ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU)., Rio Vernikaputra SH
Sidang kasus korupsi PNPM Donomulyo di PN Tipikor, Kamis kemarin, molor hingga 9 jam. Jika semula sidang dijadwalkan berlangsung pukul 09.00 WIB kenyataannya baru dimulai pukul 17.45 WIB.
Salah satu penyebab molornya sidang, tidak lain karena tuntutan sidang yang harus dibaca majelis hakim belum dicetak. Flashdisk berisi tuntutan masih ada di saku Sri Herawati yang sibuk dengan kegiatan sidang lain di Tipikor juga. Baru sekitar pukul 14.00 materi putusan dicetak dan ketika dibacakan dalam kondisi belum dijilid. (has)
Ibu kandung Kristina dan anak perempuannya, tidak sanggup menahan tangis mendengar orang yang mereka cintai harus mendekam di penjara cukup lama. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari Kristina , ibunya dan anak perempuannya. Mereka hanya berpelukan sambil menangis.
Kristina, yang siang hari, tampak tegar dan akrab dengan Malang Post, usai sidang sudah tidak bisa lagi diajak bicara. Ketika ditanya kenapa langsung menerima putusan hakim, Kristina hanya membasuh mukanya yang basah air mata.
Berikut petika wawancara Malang Post dengan Kristina selama 9 jam menunggu sidang dimulai:
Bagaimana kabarnya, Mbak?
Baik, Mas. Sehat-sehat saja
Bagaimana perasaan Anda menunggu sidang putusan nanti (ketika itu Kristina tengah makan siang dengan Jaksa Rio di kantin Tipikor?)
Saya pasrah. Apapun yang dijatuhkan hakim, saya pasrah. Saya cuma kasihan anak-anak saya. Anak saya ada empat. Yang paling besar kuliah di (Universitas) Kanjuruhan. Yang kecil masih SMP.
Kok begitu?
Ya bagaimana lagi. Diterima saja putusan hakim nanti (sambil menyantap nasi jagung sayur lodeh)
Dalam sidang sebelumnya, Anda menyebutkan memberi uang kepada Camat (Alm Mastur) Donomulyo Rp 100 juta, apa benar?
Benar. Tetapi saya tidak mungkin minta kuitansi atau tanda terima. Pak camat sangat baik sekali. Dia sangat perhatian dengan saya ketika itu. Andaikata dia masih hidup pasti akan membantu persoalan yang sedang saya hadapi sekarang.
Lalu bagaimana dengan pemberian Rp 150 juta untuk Kapolsek Donomulyo (AKP Alm Simamora), apa tanpa tanda terima juga?
Tidak ada (sambil geleng-geleng kepala). Karena itulah saya pasrah saja (sambil menerawan jauh melihat jalan di depan gedung Tipikor).
Lantas bagaimana nanti Anda mengembalikan kerugian negara Rp 439 juta?
Tidak tahu. Pokoknya saya pasrah. (Kristina pun memalingkan wajahnya bercakap dengan Jaksa Rio disamping kirinya.
Aliran dana Rp 439,4 juta, sesuai pengakuan Kristina di persidangan, diantaranya diberikan kepada Camat Donomulyo yang ketika itu dijabat alm Mastur sebesar Rp 100 juta.
Selain itu, dalam persidangan, Kristina juga membagikan uangnya Rp 150 juta kepada Kapolsek Donomulyo, yang ketika itu dijabat almarhum Simamora. Tidak itu saja, dana itu juga disalurkan kepada 26 orang warga Donomulyo yang nilainya, versi jaksa, di atas Rp 300 juta.
‘’Karena tidak ada saksi yang meringankan tadi, makanya terdakwa harus menanggung sendiri persoalan yang dihadapinya. Tidak mungkin pembelaan tanpa dibuktikan dengan hitam di atas putih,’’ ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU)., Rio Vernikaputra SH
Sidang kasus korupsi PNPM Donomulyo di PN Tipikor, Kamis kemarin, molor hingga 9 jam. Jika semula sidang dijadwalkan berlangsung pukul 09.00 WIB kenyataannya baru dimulai pukul 17.45 WIB.
Salah satu penyebab molornya sidang, tidak lain karena tuntutan sidang yang harus dibaca majelis hakim belum dicetak. Flashdisk berisi tuntutan masih ada di saku Sri Herawati yang sibuk dengan kegiatan sidang lain di Tipikor juga. Baru sekitar pukul 14.00 materi putusan dicetak dan ketika dibacakan dalam kondisi belum dijilid. (has)
Sumber : Malangpos
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan ketikkan komentar Anda...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.